Aku merasakannya lagi. Sosok hangatmu dalam ketikan pesan
itu. Kau datang bersama kalimat-kalimat konyol hanya ingin mengucapkan “Selamat
Ulang Tahun”. Sudah hampir tiga tahun kurasa aku melewati teriknya bulan
Desember sendirian. Untuk memperingatinya, aku biasa tidur tengah malam dan
mendengarkan lagu-lagu kesukaanmu. Ya aku masih mengingat semua lagu
kesukaanmu. Mungkin kau tak akan percaya. Karena aku sendiri pun tidak percaya
aku mengingatnya. Seringnya aku hanya bisa secara diam-diam memperhatikan
fotomu yg berjalan-jalan di Timelineku. Membalas setiap mention yg masuk dari
teman-temanmu dgn ramah. Mungkinkah aku termasuk ke dalam teman-temanmu itu?
Aku ingin sekali bisa dengan leluasa menyapamu di twitter. Berbalas mention
tanpa ada rasa takut bahwa kita sedang terawasi oleh seluruh penghuni timeline.
Tapi entah sudah berapa lama aku tak berani menyapamu lagi. Aku tak berani
mengambil tempat untuk ada di dalam repliesmu.
Hah rasanya aku ingin tertawa setiap aku ingat betapa anehnya perasaanku ini.
Aku yg masih saja merindukanmu dan tersenyum sendiri tanpa alasan yg jelas.
Padahalkan saat itu kau yang memutuskan untuk meninggalkanku. Alasanmu sungguh
tak dapat aku terima dengan logika. Tapi aku bisa apa saat itu? Emosiku memuncak sudah. Pandanganku padamu
hanya kau lelaki terjahat. Kau cinta pertamaku tapi kau yg melukaiku. Kau yang
berjanji ini-itu tapi kau yang mengingkarinya. ‘Yasudah, pergi saja’ hanya itu
balasan pesanku kepadamu. Dan setelah hari itu tak ada lagi kau yg mengucapkan
selamat tidur dgn Bahasa Inggrismu itu. Taka da lagi aku yg mengingatkanmu
jangan tidur larut malam. Dan tak ada lagi kita yg memenuhi inbox masing-masing
hingga pagi datang. Semua seperti terenggut dengan kasar. Dan meninggalkan
goresan disini. Didalam kotak pengharapan…
Saat itu. Pagi-pagi
buta. Semua teman-teman telah sibuk dengan riasannya masing-masing. Dan mungkin
kau juga sedang mencocokkan dasi dengan kemeja yg akan kau kenakan ke acara
perpisahan angkatan. Aku takut. Aku takut jika hari ini selesai maka kita akan
selesai juga. Kau akan sibuk dengan sekolahmu nanti, begitu juga aku. Aku takut
kita akan semakin-semakin jauh.
Tepat pukul 08.00 acara akan dimulai. Tapi sungguh aku masih
dalam perjalanan. Perbaikan jalan di dekat gedung pertemuan membuat kendaraan
tak dapat bergerak leluasa. Tapi sungguh juga aku melihatmu. Sekalipun wajahmu
tertutup dengan helm fullface aku
masih bisa mengenalimu. Kau mengenakan kemeja merah dan dasi hitam. Warna baju
kita senada. Merah. Mungkinkah kita sempat untuk mengambil gambar bersama di
hari perpisahan angkatan ini? Aku hanya bisa tersenyum simpul membayangkan hal
itu benar terjadi. Tiba sudah aku di gedung pertemuan. Dengan mengangkat
sedikit kain songketku aku berjalan memasuki gedung. Aku mencari-mencari dimana
sosokmu berada. Dan….Ternyata kau menghampirinya. Perempuan yang sekarang dekat
sekali denganmu. Baju kalian juga senada. Berwarna merah. Dan kalian pasti akan
banyak mengambil gambar berdua hari ini. Arrrrrgggghhhhh!!! Rasanya aku ingin
pulang dan mengurung diri di kamar….
Setelah hampir dua jam kami mengikuti acara-acara yang sudah
disusun, kini saatnya acara bebas. Saatnya si ‘anak sulung’ menunjukan bakat
bermain musiknya. “Vin, Erik kan ngeband
juga. Udah tau kan? Mau liat?” Tutur Jojo sahabat dekatku. Sebenarnya aku sudah
tau Erik akan manggung hari ini. Aku sempat menyemangatinya lewat pesan singkat
saat hari penyeleksian itu. Dan Erik berterimakasih dan memberitahuku bahwa ia
lolos seleksi. Tapi aku tak sanggup sepertinya melihatnya bernyanyi lagu
BrunoMars yang berjudul It Will Rain. “Gue mau langsung pulang aja. Kepala gue
sakit Jo. Bye” Aku bergegas bangkit
dari kursi dan mengangkat kain songketku agar memudahkanku saat berjalan. Saat
aku membalikan badan, Erik sudah ada di hadapanku. Dia tersenyum sangat lebar.
Matanya seperti ikut tersenyum. Indah. Meskipun kacamata yg menutupi matanya.
Untuk beberapa detik aku sempat memperhatikan wajahnya. Dan tiba-tiba…..”Vin
pinjem Jojonya sebentar ya” Glek! Kenapa Erik minjemya Jojo? Kenapa gak aku?!!
“Eh iya Rik. Jojo juga standby tuh”
Erik segera menarik tangan Jojo dan membawanya ke dekat karangan bunga. Erik
mengajak Jojo berfoto bersama lima temanku. Yaw ajar saja Jojo yg dipinjam. Jojo
sering menceritakan kepadaku bahwa Erik sekarang menjadi temannya. Erik sering
minta saran kepadanya tentang bagaimana memperlakukan perempuan. Tapi kenapa
harus Jojo? Aku kan mantan kekasihnya. Hey Vina kau hanya mantan kekasih Erik!
Tak lebih bahkan mungkin kurang! Baiklah aku hanya bisa memendamnya saja.
Satu bulan, tiga bulan, enam bulan berlalu setelah acara
perpisahan angkatan itu. Komunikasiku dengan Erik mendadak menjadi lebih baik
setelah ia tidak berhubungan lagi dengan kekasihnya. “Vin cepet move on dong dari gue. Maaf ya gue jadi
gak enak sama lu kalo gue udah punya pacar. Makanya gue cerita ke Jojo” Jadi selama
ini alesannya karena itu? Berarti Erik……..Mukaku merah seketika. Tanganku
dingin saat membaca pesannya “Gue udah move
on. Cuma belum ada yang srek aja.
Kayak kemarin pacaran cuma jalan 7 bulan. Gue gapapa Rik. Gue gak cemburu :P“
Aku hanya bisa berboohong padanya. Sebetulnya aku belum bisa move on. Maafkan aku Erik. “Bener udah?
Kok kalo ada gue lu ngehindar Vin? Di sekolah juga jarang nyapa :P. Kirain msh
cemburu *eh=))” Erikkkk!!!!!! Kenapa jadi asik seperti ini percakapan kami.
“Ada waktunya gue nyapa lu. Mau bgt ya dicemburuin sama mantan lu yg satu ini?”
“okedeh kalo gitu. Cepet move on ya gendut” Berubah derastis. Taka ada lagi emoticon
dari Erik. Rasanya semua tak bernyawa lagi. “oke thx ErikJ”
Lima menit, sepuluh menit, dan tak ada lagi balasan dari Erik.
Hampir tiga tahun sudah aku dan dia berpisah. Dan setelah
percakapan malam itu tak ada lagi komunikasi antara aku dengan dirinya.
Yang aku tau dia tak ingin pacaran dulu
katanya. Aku senang, entahlah setan apa yang kini hinggap di hatiku. Hari ini
aku harus ke sekolah lamaku. Ada beberapa data yang masih harus aku tanda
tangani. Dan ada dia juga ternyata. Kami berpapasan tapi kami tak saling
menyapa satu sama lain. Saat aku meliriknya saja pandangan dia hanya lurus ke
depan dan seperti tidak melihatku barusan. Hah inikah saatnya bahwa aku dan dia
akan semakin jauh? Aku mulai merindukannya. Aku berterus terang kepada Jojo
tentang perasaanku setelah aku berpisah dengan Erik. Aku mengatakan bahwa aku
tak bisa melupakan Erik. Aku jujur bahwa pacarku setelah Erik hanya sekedar
pacar transisiku saja. Saat itu aku sedang mencoba melupakan Erik, dan benar
saja hubunganku hanya berjalan 7 bulan. Dan sekalipun Erik telah mempunyai
pacar, aku masih saja memperhatikannya saat ia bermain futsal di lapangan
sekolah. Aku masih saja mencari tau kabar terbarunya dengan stalking di Timelinenya. Bahkan aku
jujur kepada Jojo bahwa aku selalu memperhatikan pergantian Display Picture milik Erik. Sungguh hal
bodoh semuanya menurutku. “Vin gue udah nebak kok semuanya itu. Keliatan bgt
dari setiap cara lu ngeliat Erik atau sikap lu tiap papasan sama Erik” Jojo
emang hebat atau dia sebenernya dukun sih.. “Jo gue….gue gak bisa ngelupain
Erik” Jojo tertunduk. Dia berpikir keras sama seperti saat UN beberapa waktu
lalu. “Lu harus jujur ke Erik. Apapun resikonya” Muka Jojo terlihat mantap.
Bahkan tangannya erat memegang pundakku sambil menggoyangkannya. “Enggak Jo,
gue gak yakin. Gue takut akan respon Erik. Paling ujung-ujungnya gue simpen di Draft”
Satu bulan sudah aku berpisah dengan Jojo. Begitu juga
dengan Erik. Aku dan dia kini tak lagi dalam lingkungan yang sama. Aku sudah
disibukkan dengan setumpuk tugas SMA-ku. Erik tak sesering dulu lagi mampir di
fikiranku. Komunikasi? Kami betul-betul lost
contact satu sama lain. Aku juga sudah terbiasa tanpanya. Aku mulai
mengatasi perassanku akan Erik. Aku telah berhasil belajar melupakan ErikJ
Hari ini tepat ulang tahunku yang ke 15. 25 Agustus 2012. Teman-teman di
sekitarku mengucapkannya. Begitu banyak doa-doa mulia yang dipanjatkan khusus
untukku. Aku bahagia, amat sangat bahagia. Entah aku tak teringat Erik
sedikitpun dan tiba-tiba pesan darinya datang. Dengan kalimat konyolnya dia
mengharapkan beberapa kemajuan untukku. Dan ada emoticon ‘:P’ di dalam
pesannya. Hatiku telah terlatih untuk berdegup teratur saat semua hal tentang
Erik menghampiriku. Aku hanya tersenyum simpul saat membalas pesannya. Dan
setelah itu Erik kembali hilang tidak membalas pesanku lagi. Ya. Aku telah
terbiasa. “VIN!! Lo jujur ke Erik tentang perasaan lo?” Glek! Jojo datang
dengan pertanyaan yg membuatku kembali mengingat Erik. “Lu kata siapa? Nggak.
Gue gak jujur ke Erik” “Oh. Emm Vin. Erik nembak gue. Gue juga syg sama Erik.
Menurut lu gimana? Sorry ya Vin :\” Dan lagi…..Kenapa seperti ini akhirnya? Rumit.
Beban. Harus jujur atau tidak kah aku tentang perasaanku sebenarnya? “Hahaha.
Gapapa Jo. Terima aja kalo kalian emg saling-saling. Erik cowok baik kan? Gue?
Gue udah biasa aja ke Erik J” “Makasih banyak ya Vina({}) bahagia gue
bahagia lu juga kok. Pasti!!” Air mataku menetes lagi membaca pesan Jojo.
Sahabat baikku akan bersama lelaki terbaikku. Mungkin inilah cara yang harus
aku lewati untuk melupakan Erik. Dan, seperti tak bernyawa. Pada akhirnya perasaan
ini hanya bisa terkubur dalam pengharapan……..
NB; Terinspirasi dari @icayusman My soul-sister
-Dtm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar